Arifin Nu’mang
Merupakan tokoh asal Rappang Sidrap yang sangat populer di mata masyarakat khususnya masyarakat Bugis yang hampir seluruh isi hidupnya diabdikan untuk tanah tumpah darah Indonesia.
Ia lahir saat ayahnya meninggalkan kampung untuk tugas negara di Takalar, pada tanggal 25 Pebruari 1927. Sekembalinya ke Pare-pare sekitar 30 km dari kampung halaman orangtuanya di Rappang, Arifin yang saat itu masih balita, masih sempat menyaksikan beberapakali sejumlah pejuang kemerdekaan berunding mengatur strategi dan siasat di rumahnya, yang saat itu dijadikan sebagai markas dan tempat pelatihan para pejuang Laskar Ganggawa. Sehingga pada saat usia remaja, Arifin ikut angkat senjata untuk membebaskan bangsanya dari penjajahan, dan mencapai kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945.
Akibat rumah Arifin dijadikan markas Ganggawa, maka pada saat Arifin muda tengah bergerilya di hutan belantara, ayahnya La Nu’mang bersama kakak kandungnya, St. Hasnah, ditawan dan dipenjarakan tentara Belanda. Bulan Desember 1947, ayahnya ditembak mati secara massal oleh pasukan Westerling di Pare-pare, meski kakak kandungnya berhasil dibebaskan atas perintah Ratu Welhelmina dari Nederland, yang saat itu sedang hamil tua, menyerukan agar kaum perempuan dibebaskan. Dalam keadaan piatu, Arifin masih tetap melanjutkan pergerakan, sehingga ditawan dan dipenjarakan oleh tentara Belanda selama dua tahun (31 Desember 1947-29 Desember 1949), di Pare-pare, dan kemudian dipindahkan ke Penjara Layang Makassar.
Setelah dibebaskan, Arifin kembali melanjutkan perjuangannya, sehingga pada saatnya tanggal 18 Mei 1951, berdasarkan Surat Keputusan KASAD, ia diangkat menjadi tentara. Maka sejak itulah bergantian jabatan ketentaraan dipercayakan kepadanya, sampai pada posisi terakhir sebelum dikaryakan sebagai Penjabat Bupati Sidrap dan menjadi Bupati Sidrap defenitif selama dua periode, sejak tahun 1966 sampai 1978, ia adalah Komandan Batalyon 011 Toddopuli yang berkedudukan di Pare-pare. Pada masa 12 tahun mengemban tugas kekaryaan sebagai Bupati Sidrap, banyak gebrakan dan inovasi baru yang dilakukannya untuk membebaskan rakyatnya dari kemelaratan, peduli pada peningkatan kesejahteraan rakyatnya, ramah dan disegani, sehingga ia sangat dihormati dan dicintai oleh masyarakat pada umumnya.
Selesai mengemban tugas sebagai Bupati, sejak tahun 1979 ia dipercayakan oleh mantan komandannya A. Mattalatta, untuk memimpin Markas Daerah LVRI Sulawesi Selatan hingga akhir hayatnya. Tetapi pada saat yang bersamaan, melalui Pemilu 1987 dan 1992 ia terpilih menjadi anggota DPRD Propinsi Sulawesi Selatan selama dua periode, serta berbagai posisi yang disandangnya di sejumlah organisasi sosial lainnya. Akhirnya pada tanggal 7 April 1996, ia menghembuskan nafasnya yang terakhir di Rumah Sakit Pelamonia dan dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Panaikang Makassar melalui upacara kebesaran militer.
No comments:
Post a Comment